Minggu, 02 Februari 2020

bahaya antibiotik

Kenapa saya membuat judul antibiotik berbahaya?. Karena belakangan masyarakat mulai terbiasa mengkonsumsi antibiotik seperti halnya obat warung pada umumnya. Ketika sedikit saja sakit maka antibiotik jadi pilihan. Padahal penggunaan antibiotik di beberapa negara sudah mulai di atur regulasinya.

Di rumah sakit tempat saya bekerja. Semakin hari jumlah kasus akibat resisten antibiotik semakin bertambah. Hal ini karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang penggunaan antibiotik secara bijak. Sejak kecil kita sudah di sugesti kalau sakit/batuk ya obatnya paracetamol + antibiotik, padahal jika tubuh sakit penyebabnya belum tentu karena bakteri.

Fungsi antibiotik sendiri lebih diperuntukan untuk membunuh bakteri didalam tubuh, baik itu bakteri "jahat" maupun "baik". bukan untuk menyembuhkan. Tetapi masyarakat kita sudah terlanjur menganggap kalau belum minum obat kalo belum minum antibiotik.

Kasus yang disebabkan oleh resistensi antibiotik biasa di sebut MDR(multidrug resistant) Dimana pasien yang terlalu sering mengkonsumsi antibiotik saat sakit, sakit apapun itu. Lama kelamaan bakteri dalam tubuhnya memasuki masa resisten atau tidak mempan lagi terhadap antibiotik, sehingga tidak ada lagi antibiotik yang mampu menyembuhkan ketika tubuh benar-benar terinfeksi bakteri. Contoh yang paling sering terjadi adalah MDR pada kasus Tuberculosis atau MDR-TB. 

Jadi, sedikit saran, jika sakit kalian cuma sakit ringan seperti sakit kepala, diare, panas, pusing atau sekedar flu. Lebih baik konsumsi obat seperlunya saja tanpa perlu tambahan antibiotik, kecuali dokter sudah mendiagnosa kalau batuk/pilek itu disebabkan bakteri dan sudah didukung hasil pemeriksaan penunjang (rontgen/laboratorium).

Sedikit tambahan
Antibiotik sendiri dibagi ke dalam beberapa jenis tergantuk jenis bakterinya. Jadi tidak semua penyakit bisa di sembuahkan satu jenis antibiotik. Oleh karena itu pastikan dulu penyakitnya, penyebabnya, jenis bakterinya. Barulah hisa menentukan antibiotik yang cocok. Pengobatan singkat dan penyembuhan maksimal. Hindari konsumsi antibiotik jika hanya mengira-ngira sebab sakitnya saja tanpa ada pemeriksaan penunjang. 

Konsumsi antibiotik dengan bijak. 

hasil kalium atau elektrolit tinggi?

Pemeriksaan elektrolit merupakan pemeriksaan yang umum dilakukan di laboratorium.
Parameter yang biasa diperiksa meliputi 
Na (natrium)
K (Kalium)
Cl (Chlorida)

Umumnya alat yang digunakan merupakan satu paket, sekali pemeriksaan akan otomatis keluar hasil berupa Na, K, Cl

Tetapi sampel untuk pemeriksaan elektrolit sedikit perlu perlakuan yang lebih hati-hati. Jika pemeriksaan kimia lain bisa menggunakan darah yang sudah dicampur antikoagulan. Maka pemeriksaan elektrolit wajib menggunakan darah beku tanpa antikoagulan (Serum).

Kenapa dilarang menggunakan antikoagulan apalagi EDTA?. Karena EDTA itu sendiri berisi natrium, sehingga akan sangat mempengaruhi hasil natrium nantinya.

Selain itu darah yang lisis juga sangat pantang digunakan. Karena darah lisis dapat menyebabkan hasil Kalium tinggi palsu. Dan itu sangat mempengaruhi diagnosa nantinya. 

Oleh karena itu pemeriksaan elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lainnya perlu memperhatikan kondisi sampel agar hasil yang diperoleh tepat dan akurat. 

Rabu, 29 Januari 2020

Trombosit rendah palsu

Pada beberapa pemeriksaan hematology menggunakan hematology analyzer dan tabung tutup ungu(antikoagulan EDTA) kerap kali kita menemukan pasien dengan kondisi baik-baik saja tetapi jumlah trombosit rendah layaknya penderita DBD. Sehingga hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan klinis pasien. 
Langkah pertama adalah pastikan didalam tabung EDTA tidak terdapat bekuan darah. Jika sudah diperiksa dan tidak ada bekuan maka langkah selanjutnya adalah membuat sediaan apus darah. 

Kadang kita perlu melakukan pemeriksaan mikroskopis menggunakan apusan darah untuk memastikan apakah hasil tersebut benar atau tidak. 
Biasanya pada hasil pemeriksaan mikroskopis ditemukan trombosit pasien bergerombol. Atau istilahnya clumping. 

Jika ditemukan yang demikian maka ada baiknya pasien diminta untuk diambil ulang sampel darahnya. Dan menggunakan antikoagulan berbeda. Jika sebelumnya menggunakan EDTA (vacuntainer tutup ungu) maka alangkah baiknya pada pengambilan ke 2 menggunakan antikoagulan NaCitrat (vacuntainer tutup biru). Karena bisa jadi pasien tersebut memiliki alergi terhadap antikoagulan EDTA.

Kemudian coba ulangi pemeriksaan hematology rutin sesuai prosedur. Biasanya akan ditemui hasil yang berbeda(lebih baik). 

Minggu, 26 Januari 2020

menghindari hasil pemeriksaan gula darah stick yang tidak akurat

Postingan kali ini saya mau bahas yang ringan saja. Kali ini kita sedikit bahas pemeriksaan gula darah.
Pemeriksaan gula darah merupakan pemeriksaan yang paling sering, dan yang paling umum dilakukan. Bahkan sekarang memeriksa gula darah bisa dilakukan sendiri dirumah. Hal ini disebabkan sudah banyak alat-alat pemeriksa gula darah portabel.

Tapi perlu diketahui, pemeriksaan yang tidak tepat bisa menghasilkan, hasil pemeriksaan yang tidak tepat pula. 
Contoh sederhana ketika kita mengoleskan swab alkohol ke jari, kemudian darah yang pertama keluar langsung di masukan ke dalam stik gula darah. Hendaknya usap dulu darah pertama menggunakan kapas kering, barulah pada keluaran darah selanjutnya yang digunakan untuk pemeriksaan. Kenapa?, karena darah pertama yang keluar kemungkinan besar tercampur dengan sisa alkohol yang digunakan untuk swab tadi. Jika demikian maka hasil pemeriksaan darah biasanya cenderung rendah palsu. Jadi alangkah baiknya setelah di usap dengan kapas alkohol, biarkan kering sebentar. Barulah dilakukan penusukan ujung jari dengan lancet/softclick. 

Nah, untuk meminimalisir hasil yang tidak akurat, biasanya dokter akan menyarankan untuk melakukan kroscek ke laboratorium secara berkala.